Rabu, 01 Februari 2012

aliran aliran dalam pemikiran islam dan sejarahnya

A)Pendahuluan
ان الله يبعث لهذه الامة من يجد د لها دينها
"  Sesungguhnya Allah membangkitkan untuk umat ini, seorang yang membarui urusan agamanya.”
Membahas Aliran – aliran dalam pemikiran islam dan sejarah nya, maka taklain membahas agama islam1 itu sendri. Dalam sebuah perguruan tinggi, aliran-aliran atau ajaran ajaran itu biasa disebut dengan studi islam. Di kalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan kedalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda.
Namun sesuai dengan perkembangan zaman, perdebatan-perdebatan di kalangan para ahli tentang apakah sebenarnya studi islam menghasilkan titik temu. Nah, untuk itulah kiranya kita harus mengetahui aliran atau ajaran islam yang dalam masa ini lebih dikenal dengan studi islam. Studi-studi dalam islam memiliki banyak sekali aliran. Namun yang paling popular dalam perkembangannya ada empat buah ilmu pengetahuan, yaitu; ilmu kalam, ilmu fiqih (hukum), ilmu tasawuf, dan ilmu hadits.Disini kami secara khusus akan membahas tentang aliran pemikiran fiqih.
Pengertian Hukum Islam hingga saat ini masih rancu dengan pengertian syariah. Untuk itu dalam pengertian hukum islam di sini dimaksudkan di dalamnya pengertian syariat. Dalam kaitan ini dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa hukum Islam atau Fiqih adalah sekelompok dengan syariat—yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash Alquran dan al-Shunnah. Bila ada nash dari Alquran atau Al-Shunnah yang berhubungan dengan amal perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber-sumber lain, bila tidak ada nash dari Alquran dan Al-Shunnah, dibentuklah suatu ilmu yang disebut dengan Ilmu Fiqih. Dengan demikian yang disebut Ilmu Fiqih adalah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia2 yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas sebenarnya dapat dibedakan antara syariah dan hukum Islam atau Fiqih. Perbedan tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakan. Jika syariat didasarkan pada nash atau dalil Alquran dan Al-Shunah secara langsung tanpa penalaran; sedangkan hukum Islam didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh para Ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada semangat yang terdapat dalam syariat. Dengan demikian, jika syariat bersifat permanen, kekal dan abadi, fiqih atau hukum Islam bersifat temporer, dan dapat berubah.

1Islam, pada dasarnya, adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penyerahan diri. MENYURAT YANG SILAM MENGGURAT YANG MENJELANG, HALAMAN 367
2 amal perbuatan manusia ialah segala amal perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan bidang ibadat, mu’amalat, kepidanaan dan sebagainya; bukan yang berhubungan dengan akidah (kepercayaan). Sebab yang terakhir ini termasuk dalam pembahasan Ilmu Kalam. Adapun yang dimaksud dengan dalil-dalil yang terperinci ialah satuan dalil yang masing-masing menunjuk kepada suatu hukum tertentu.



B. POKOK PERMASALAHAN
Sebelum sampai kepada pembahasan, terlebih dahulu penulis tentukan pokok permasalahan sebagai tolak ukur agar pembahasan tidak  melebar dan menyimpang. Sebagai pokok permasalahan dalam makalah ini adalah Bagaimanakah latar belakang dan sejarah munculnya Aliran Kalam (Teologi), Aliran Fiqih, dan Aliran Tasawuf, serta para filosof muslim terkemuka?
karena bagaimanapun juga kita sebagai orang Muslim sudah selayaknya mengetahui  itu semua, dalam pembahasan makalah ALIRAN -ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM DAN SEJARAH NYA ini, penulis menambahkan biografi para filosof muslim yang terkemuka pada zamanya, agar para pembaca mengetahui bahwa orang Islam dalam bidang tegnologi itu lebih dahulu maju dibanding yang lainya.










C.PEMBAHASAN
ALIRAN ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM
DAN SEJARAHNYA
A). Aliran-Aliran Kalam
Islam merupakan agama yang diyakini sebagai agama rahmat li al-amin oleh setiap umat Islam, tetapi tidak selamanya bersifat positif salah satu buktinya adalah tahkim. Peristiwa ini membuat bencana bagi umat islam sehingga terpecah belah menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Pendukung Mu’awiyah yaitu Amr bin Ash
2. Pendukung Ali bin Abithalib yaitu Abu musa al-Asy’ari
3. Kelompok yang menentang Ali bin Abi thalib yang dipelopori oleh Atab bin A’war dan Urwah bin Jarir,kelompok ini dikenal dengan nama Khawarij.
Macam-Macam Aliran Kalam

1. Khawarij
Pada awalnya, Khawarij merupakan aliran atau fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri umat, aliran mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar ( murtakib al-kaba’ir ). menurut Khawarij orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Orang islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka berarti telah kapir: kapir setelah memeluk Islam berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa nabi muhammad saw bersabda : ”man baddala dinah faktuluh “, atas dasar premis-premis yang dibangunnya Khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui tahkim harus dibunuh. Bagi mereka,pembunuhan terhadap orang-orang yag dinilai telah kafir adalah “ibadah”.

2. Murji’ah
Sebagian umat islam khawatir terhadap gagasan Khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Amir bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Oleh karena itu sebagian ulama mencoba bersikap netral secara politik dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlibat dan menyetujui tahkim. umat islam yang tergabung dalam kelompok ini kemudian dikenal sebagai Murji’ah. kelompok ini dipelopori oleh Ghilan al-Dimasyai.
Ajaran utama aliran Murji’ah adalah orang islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukumi (ditundukan ) kedudukannya dengan hukum dunia, mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan dengan hukum akhirat. bagi mereka perbuatan maksiat tidak merusak iman sebagai mana perbuatan taat tidak bermanfaat bagi yang kufur, selain itu bagi mereka iman adalah pengetahuan tentang allah secara mutlak, sedangkan kufur adalah ketidak tahuan tentang tuhan secara mutlak. Oleh karena itu menurut Murji’ah iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang .

3. Qadariyah
Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. aliran ini disebut Qadariyah karena memandang bahwa manusia memiliki kekuatan ( qudrah ) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.menurut temuan sementara ajaran ini pertamakali dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena tidak terdapat bukti yang otentik tentang siapa yang pertamakali membentuk ajaran Qadariyah.

4. Jabariyah
Menurut aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ), karena aliran ini berpendapat sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan itu maha kuasa.karena itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan yang mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.

5. Muktazilah
Kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga mereka digelari “ kaum rasionalis islam “aliran ini didirikan dan disebarluaskan oleh Washil bin Atha.
Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau pancasila Muktazilah yaitu:
1. Keesaan tuhan (al-tauhid )
2. Keadilan tuhan (al-adl )
3. Janji dan ancaman (al-wa’d wa al-waid )
4. Posisi diantara dua tempat ( al-manzilah bain al-manzilatin )
5. Amar makruf nahi munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy’an al-munkar)

6. Ahu sunnah wal jama’ah
Ahu sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari adanya penentangan terhadap aliran Muktazilah oleh orang Muktazilah itu sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin Abi burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.
Imam al-asy’ari (260-324 H), menurut Abubakar isma’il al-Qairawani adalah seorang penganut Muktazilah selama 40 tahun kemudian ia menyatakan keluar dari Muktazilah. setelah itu ia mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan –gagasan Muktazilah.
Ajaran pokok Ahu sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi menjadi dua golongan: 1. golongan Maturidiah Samarkand, yaitu para pengikut Imam al-maturidi dan 2. golongan Maturidiah Bukhara,yaitu para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran al-asy’ari.

7. Salafi
Aliran ini tidak selamanya sejalan dengan gagasan-gagasan imam al-asy’ari, terutama karena aliran ahu sunnah wal jama’ah menggunakan logika (manthiq) dalam menjelaskan teologi, sedangkan aliran salafi menghendaki teologi apa adanya tanpa dimasuki oleh unsur ra’y. aliran ini dikemukakan oleh Ibnu taimiah.

B)Sejarah Munculnya Mazhab Fiqih
1.Pengertian Mazhab
Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I‘ânahath-Thalibin, I/12).     Jadi,  mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat pergi”,yaitu jalan (ath-tharîq) (Abdullah, 1995: 197; Nahrawi, 1994: 208).Secara terminologis pengertia mazhab
menurut Huzaemah TahidoYanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukumIslam3.Sedangkan menurut istilah ushul fiqih, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali daridalil-dalil syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawâ’id) dan landasan(ushûl) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh (Nahrawi, 1994: 208;Abdullah, 1995: 197). Menurut Muhammad Husain Abdullah (1995:197),istilah mazhab mencakup dua hal: (1) sekumpulan hukum-hukum Islamyang digali seorang imam mujtahid; (2) ushul fikih yang menjadi jalan(tharîq) yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islamdari dalil-dalilnya yang rinci4.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan dua unsur mazhab inidengan berkata, “Setiap mazhab dari berbagai mazhab yang ada mempunyaimetode penggalian (tharîqah al-istinbâth) dan pendapat tertentu dalamhukum-hukum syariat.” (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/395)5
2.Biografi Empat Imam Mazhab Fiqih
Mengingat betapa masyhurnya nama keempat imam mazhab ini, berikut akan dijelaskan lebih lanjut bagaimana pribadi dan pemikiranmereka.
a.Imam Hanafi (Tahun 80 – 150 H.) Nama beliau yang sebenarnya adalah Imam Abu Hanifah al- Nu’man bin Sabit bin Zauti lahir pada tahun 80 H. di kota Kuffah padamasa Dinasti Umayyah6. Semua literatur yang mengungkapkankehidupan Abu Hanifah menyebutkan bahwa Abu Hanifah adalahseorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya, zuhud, ‘abid, wara’, taqiy,khusyu’ dan tawadhu’.Metode ushul yang digunakan Abu Hanifah banyak bersandar  pada ra’yun, setelah pada Kitabullah dan As Sunnah. Kemudian ia bersandar pada qiyas, yang ternyata banyak menimbulkan protes dikalangan para ulama yang tingkat pemikirannya belum sejajar denganAbu Hanifah. Begitu pula halnya dengan istihsan yang ia jadikansebagai sandaran pemikiran mazhabnya, mengudang reaksi kalanganulama7. Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kalimenyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawaldari  yang kemudian diikutioleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya 8. Pada akhir hayatnya Abu Hanifah diracuni, sebagaimana yangdisampaikan dalam Kitab Al-Baar Adz-Dzahabi berkata, diriwayatkan bahwa khalifah Al-Manshur memberi minuman beracun kepada imamAbu Hanifah dan dia pun meninggal sebagai syahid. Semoga Allahmemberikan rahmat kepadanya. Latar belakang kematiannya karena ada beberapa penyebar fitnah yang tidak suka pada Abu Hanifah, memberi keterangan palsu pada Al-Manshur, sehingga Al-Manshur melakukan pembunuhan itu, dan ada sebuah riwayat shahihmengatakan bahwa ketika merasa kematiannya dekat,  kesucian (taharah), shalat dan seterusnya,


3.http://diaz2000.multiply.com
4.Http://www.hayatulislam.net/persoalan-seputar-mazhab.html
5Ibi

Abu Hanifah bersujud hingga beliau meninggal dalam keadaan bersujud9. Para ahli sejarah bersepakat beliau meninggal pada bulan rajabtahun 150 H dalam usia 70 tahun. 
b.Imam Maliki (Tahun 93 – 179 H.) Nama lengkapnya adalah Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi,dengan julukan Abu Abdillah. Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya iamenghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqhMadinah10.Dalam sumber lain menyebutkan bahwa nama lengkap beliauadalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin AlHarits bin Ghaiman bin Khutsail bin ‘Amr bin Al Harits Al Himyari AlAshbahi Al Madani11. Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. Sejak mudaia sudah menghafal Al-Qur’an dan sudah nampak minatnya dalamilmu pengetahuan. Ia dipandang ahli dalam berbagai cabang ilmu,khususnya ilmu hadits dan fiqih. Karya-karya Imam Malik begitu banyak, di antaranya yang paling populer adalah Al Muwatta’ yang berarti ‘kemudahan’ atau ‘kesederhanaan’. Keistimewaan Al-Muwatta’adalah bahwa Imam Malik merinci berbagai persoalan kaidah-kaidah fiqhiyah yang di ambil dari hadits-hadits dan atsar.
Muthalib bin Abdu Manaf, yang merupakan kakek dari kakek  Nabi. Sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa Imam Syafi’i lahir di daerah Ghazza, Syam (Palestina) dari keturunan Quraisy dan Nasabnya bertemu dengan Nabi Muhammad saw. pada kakeknya,Abdi Manaf ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Pada usia duatahun ia dibawa oleh ibunya untuk pindah ke Makkah. Pada umur sekitar tujuh tahun Imam Syafi’i sudah menghafalAl-Qur’an, selain itu ia juga banyak menghafal hadits-hadits Nabi.Selain pengembaraan intelektual dan keilmuan yang sedemikian rupa ,fiqih Imam Syafi’i juga merupakan refleksinya. Dengan kata lain,kehidupan sosial masyarakat dan keadaan zamannya amatmempengaruhi Imam Syafi’i dalam membentuk pemikiran dan mazhabfiqihnya. Sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia amat dipengaruhioleh masyarakat sekitar terbukti dengan munculnya dua kecendrungandalam mazhab Syafi’i yang dikenal dengan qaul qadim (mazhab lama)dan
qaul jadid (mazhab baru). Menurut para ahli sejarah fiqih, mazhab qadim Imam Syafi’idibangun di Irak pada tahun 195 H.
Kedatangan Imam Syafi’i keBaghdad pada masa pemerintahan khalifah Al-Amin itu melibatkanSyafi’i dalam perdebatan sengit dengan para ahli fiqih rasional Irak.Sedangkan mazhab jadid adalah pendapat selama berdiam diMesir yang dalam banyak hal mengoreksi pendapat-pendapatsebelumnya. Pemikiran-pemikiran baru Imam Syafi’i di antaranya dimuat dalam bukunya Al-Umm. Pada tahun 195 H. ia kembali keBaghdad dan berdiam di sana selama tiga tahun.Karakteristik pemikiran Syafi’i tahapan kedua ini lebih bersifat pengembangan atau pengetrapan pemikirannya yang global terhadap
6. Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqih sepanjang sejarah, 2001, Hal. 72
7. Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, 1995, Hal. 333
9.http://www.mail-archive.com/sarikata@yahoogroups.com/msg08055.html 10.http://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas



masalah-masalah furu’iyah. Pluralisme pemikiran yang ada di Irak adalah faktor utama yang menyebabkan kematangan pemikiran Syafi’i.Kemudian pada tahun 199 H. ia pindah ke Mesir hingga wafat pada tahun 204 H. Tahun-tahun terakhirnya di Mesir ia gunakansebagian besar untuk menulis dan merevisi buku-buku yang pernahditulisnya. Bukunya Ar-Risalah yang ditulis ketika di Makkah direvisiulang, dikurangi dan ditambah sesuai dengan perkembangan baru diMesir 12.
c.Imam Syafi’i (Tahun 150 – 204 H.)Ia bernama Abu Abdullah, Muhammad ibnu Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin Saaib bin ‘Abiid bin Abdu Yazid bin Hasim
d.Imam Hambali ( Tahun 164 – 241 H.) Nama lengkap imam besar ini adalah Ahmad bin Hambal binHilal bin Usd bin Idris bin Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah binAnas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban. Ia terlahir di BaghdadIrak pada tahun 164 H/780 M13. Ayahnya meninggal dunia ketikaAhmad masih kecil, ia kemudian diasuh oleh ibunya.Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun,

11.http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/ biografi-al-imam-malik-bin-anas bin beliau juga mahir baca-tulis dengansempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria). Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagainegeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dannegeri lainnya. Di antara mereka adalah:Ismail bin Ja’far ,Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir    bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Asy-Syafi’i,Waki’ bin Jarrah,  Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah,Abdurrazaq,Ibrahim bin  Ma’qil14.
Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad binHambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadigurunya, yang paling menonjol adalah:Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud,  Nasai, Tirmidzi,Ibnu Majah,Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad, Putranya,Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Putranya,  Abdullah   bin Imam Ahmad bin Hambal,Keponakannya, Hambal bin Ishaq. Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullahmenghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatandengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun.Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan15.
3.Sejarah Empat Mazhab Fiqih
Ilmu fiqih baru muncul pada periode tabi' al-tabi'in yaitu sekitar abad kedua Hijriyah, dengan munculnya para mujtahid di berbagai kota,serta terbukanya pembahasan dan perdebatan tentang hukum-hukumsyariah. Pada masa-masa itulah di Irak muncul seorang mujtahid besar  bernama Abu Hanifah al-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H atau 700-767 M)yang merupakan orang pertama yang memformulasikan ilmu fiqih, tetapiilmu ini belum dibukukan.Sementara itu, di Madinah muncul juga seorang mujtahid besar  bernama Malik ibn Anas (93-178 H atau 713-795 M) yangmemformulasikan ilmu fiqih dan membukukan kumpulan hadis berjudul al-Muwaththa', yang terutama berisi hukum-hukum syariah. Pembukuankitab ini dilakukan atas permintaan khalifah Abu Ja'far al-Manshur (137-159 H atau 754-775 M), dengan maksud sebagai pedoman bagi kaumMuslimin dalam mengarungi kehidupan mereka.
  Kitab ini kemudian menjadi dasar bagi faham fiqih di kalanganumat Islam di Hijaz (aliran ahl-hadis). Sedangkan yang menjadi pedoman bagi faham fiqih di kalangan umat Islam di Irak (aliran ahl al-ra'y) adalah buku-buku yang ditulis oleh murid-murid Abu Hanifah, terutamaMuhammad ibn al-Hasan al-Syaibani (102-189 H) dengan bukunya antaralain al-Jâmi' al-Kabîr  dan al-Jâmi' al-Shaghîr  dan Abu Yusuf (112-183 H)dengan bukunya berjudul Kitab
al-Kharâj (Kitab tentang Pajak Penghasilan). Abu Hanifah sendiri pernah diminta menjadi qâdhî (hakim)oleh seorang khalifah Dinasti Abbasiyyah, tetapi permintaan ini ditolak,sementara Abu Yusuf pernah menjadi qâdhî pada masa khalifah Harun al-Rasyid. Baik Abu Hanifah maupun Malik ibn Anas kemudian oleh para pengikutnya masing-masing dijadikan sebagai pendiri mazhab Hanafi danMaliki16.
Sejak periode tabi'in sering terjadi perdebatan antara kedua alirantersebut. Sementara kalangan ahl al-hadis mencela kelompok ahl al-ra'ydengan tuduhan bahwa ahl al-ra'y meninggalkan sebagian hadis, maka ahlal-ra'y pun menjawab dengan mengemukakan argumentasi tentang'illah-'illah hukum (legal reasons) dan maksud-maksud syariah. Padaumumnya ahl al-ra'y dengan kemampuan debatnya dapat mengalahkanargumentasi ahl al-hadîts, sebagaimana contoh di atas. Maka munculnyaMuhammad ibn Idris al-Syafi'i atau yang dikenal dengan Imam Syafi’i(150-204 H atau 767-820 M), yang di satu segi menguasai banyak hadisdan di lain segi memiliki kemampuan dalam menggali dasar-dasar dantujuan-tujuan hukum, dapat menghilangkan supremasi ahl al-ra'y terhadapahl al-hadis dalam perdebatan. Karena jasanya membela hadis, maka iadijuluki sebagai "nâshir al-sunnah" (pembela Sunnah). Keempat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali) inilah yangsampai kini dianggap sebagai mazhab fiqih yang beraliran Ahl al-Sunnahwa al-Jama'ah.
  1.Latar Belakang dan Sejarah Munculnya Empat Mazhab Fiqih
Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telahtersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan.Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomismenjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkanikhtilaf  dikalangan sahabat ada tiga yakni :
1. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur’an
2. Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat
3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
12Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar, Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 100 
13.Ibid,Hal. 109-110
14.Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqih sepanjang sejarah, LKPSM:Yogyakarta, 2001, Hal. 105


Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf  Dari sudut pandang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu sebabutama ikhtilaf  di antara para sahabat prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman RasulullahSAW17. Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan denganmasa Tabi’in, muncullah generasi Tabi’it Tabi’in. Ijtihad para Sahabatdan Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yangtersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktuitu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi’it Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abadkedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah. Dari mata rantai sejarah ini jelas terlihat bahwa pemikiranfiqih dari zaman sahabat, tabiin hingga munculnya mazhab-mazhabfiqih pada periode ini. dan dari sini pula kita dapat merumuskan apasebab-sebab munculnya mazhab pada periode ini. Namun mazhab-mazhab muncul pada periode ini tidak terbatas pada empat mazhab – Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hambali – seperti yang ada sekarang.  Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu muncul sekitar tiga belas mazhab yang semuanya berafiliasisebagai mazhab yang “Ahlu Sunnah”, tetapi hanya delapan atausembilan mazhab saja yang dapat diketahui dengan jelas dasar-dasar dan metode fiqhiyah yang mereka pergunakan.Para imam mazhab-mazhab itu adalah : Imam Abu Sa’id bin Yasar al-Bashir (wafat 110H.), Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi (wafat 150H.), Imam Auza’ie Abu Amr Abdur Rahman bin Amru binMuhammad (wafat 157 H.), Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (wafat 160 H.), Imam Laits bin Sa’d (wafat 157 H.), ImamMalik bin Anas al-Anshari (Wafat 179 H.), Imam Sufyan bin Uyainah(wafat 198 H.), Imam Muhammad bin Idris al Syafi’ie (wafat 204 H.),dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (wafat 241 H.)18. Muhammad Khudari Beik (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam periode. Yaitu Periode risalah, Periodekhulafaurrasyidun, Periode awal pertumbuhan fiqih, Periodekeemasan, Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqih, danyang terakhir adalah periode kemunduran fiqih19.
v Periode risalah.
 Periode ini dimulai sejak kerasulanMuhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.).Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya beradadi tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah aqidah.   Ayat hukum yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistemkepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepadaAllah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentanghukum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalanhukum diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah.


15.http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal
16 .Ibid
17.http://www.hupelita.com
18http://diaz2000.multiply.com
v Periode al-Khulafaur Rasyidun.
 Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu'awiyah bin AbuSufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur'an dansunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagaiijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yangakan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadikhalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luasdalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul ditengah masyarakat.
v Periode awal pertumbuahn fiqh.
 Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga inimerupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplinilmu dalam Islam. Dengan bertebarannya para sahabat ke berbagaidaerah semenjak masa al-Khulafaur Rasyidun (terutama sejak Usman bin Affan menduduki jabatan Khalifah, 33 H./644 M.),munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang berbeda antarasatu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisimasyarakat daerah tersebut.
v Periode keemasan.
Periode ini dimulai dari awal abad ke-2sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode sebelumnya, ciri khasyang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan berkembang. Perkembangan pemikiran ini tidak sajadalam bidang ilmu agama, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya.Dinasti Abbasiyah (132 H./750 M.-656 H./1258 M.) yang naik ke panggung pemerintahan menggantikan Dinasti Umayyah memilikitradisi keilmuan yang kuat, sehingga perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap berbagai bidang ilmu sangat besar. Para penguasa awal Dinasti Abbasiyah sangat mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi fiqh guna menghadapi persoalan sosial yang semakin kompleks. Perhatian para penguasaAbbasiyah terhadap fiqh misalnya dapat dilihat ketika KhalifahHarun ar-Rasyid (memerintah 786-809) meminta Imam Malik untuk mengajar kedua anaknya, al-Amin dan al-Ma'mun.Periode keemasan ini juga ditandai dengan dimulainya penyusunankitab fiqh dan usul fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling awaldisusun pada periode ini adalah al-Muwaththa' 
oleh Imam Malik, al-Umm oleh Imam asy-Syafi'i, dan Zahir ar-Riwayah dan
an- Nawadir oleh Imam asy-Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yangmuncul pada periode ini adalah ar-Risalah oleh Imam asy-Syafi'i.Teori usul fiqh dalam masing-masing mazhab pun bermunculan,seperti teori kias, istihsan, dan al-maslahah al-mursalah.
Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh.
Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahanabad ke-7 H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjihadalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalammengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imammereka. Periode ini ditandai dengan melemahnya semangat ijtihaddikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang padahasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab merekamasing-masing, sehingga
mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, makaijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang mereka anut.Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsipyang ada dalam mazhabnya). Akibat dari tidak adanya ulama fiqhyang berani melakukan ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-mazhabi (sikap fanatik buta terhadap satu mazhab)sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan mazhabimamnya.Mustafa Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode iniuntuk pertama kali muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad telahtertutup. Menurutnya, paling tidak ada tiga faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut.
Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi) untuk menyelesaikan perkara di pengadilan dengan merujuk padasalah satu mazhab fiqh yang disetujui khalifah saja. Munculnya sikapat-taassub al-mazhabi yang berakibat pada sikap
Kejumudan (kebekuan berpikir) dantaqlid (mengikuti pendapat imam tanpa analisis) di kalangan muridimam mazhab.Munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang memudahkan orang untuk memilih pendapatmazhabnya dan menjadikan buku itu sebagai rujukan bagimasing-masing mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti. Darisini muncul sikap taqlid pada mazhab tertentu yang diyakinisebagai yang benar, dan lebih jauh muncul pula pernyataanharam melakukan talfiq.
Periode kemunduran fiqh.
Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkamal- 'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26Sya'ban l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Periode ini dalam sejarah perkembangan fiqhdikenal juga dengan periode taqlid secara membabi buta.Pada masa ini, ulama fiqh lebih banyak memberikan penjelasanterhadap kandungan kitab fiqh yang telah disusun dalam mazhabmasing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku yang muktabar  (terpandang) dalammazhab atau hasyiah dan takrir  (memperluas dan mempertegas pengertian lafal yang di kandung buku mazhab), tanpamenguraikan tujuan ilmiah dari kerja hasyiah dan takrir  tersebut.Mustafa Ahmad az-Zarqa menyatakan bahwa ada tiga ciri perkembangan fiqh yang menonjol pada periode ini.Munculnya upaya pembukuan terhadap berbagai fatwa,sehingga banyak bermunculan buku yang memuat fatwa ulamayang berstatus sebagai pemberi fatwa resmi (mufti) dalam berbagai mazhab.Muncul beberapa produk fiqh sesuai dengan keinginan  penguasa Turki Usmani, seperti diberlakukannya istilah at-Taqaddum (kedaluwarsa) di pengadilan. Disamping itu, fungsi ulil amri (penguasa) dalam menetapkan hukum (fiqh) mulaidiakui, baik dalam menetapkan hukum Islam dan penerapannyamaupun menentukan pilihan terhadap pendapat tertentu.Sekalipun ketetapan ini lemah, namun karena sesuai dengantuntutan kemaslahatan zaman, muncul ketentuan dikalanganulama fiqh bahwa ketetapan pihak penguasa dalam masalahijtihad wajib dihormati dan diterapkan. Contohnya, pihak  penguasa melarang berlakunya suatu bentuk transaksi.Meskipun pada dasarnya bentuk transaksi itu dibolehkan syara',tetapi atas dasar pertimbangan kemaslahatan tertentu makatransaksi tersebut dilarang, atau paling tidak untuk melaksanakan transaksi tersebut diperlukan pendapat dari pihak pemerintah. Misalnya, seseorang yang berutang tidak dibolehkan mewakafkan hartanya yang berjumlah sama denganutangnya tersebut, karena hal itu merupakan indikator atassikapnya yang tidak mau melunasi utang tersebut. Fatwa inidikemukakan oleh Maula Abi as-Su 'ud (qadi Istanbul padamasa kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni [1520-1566]dan Salim [1566-1574] dan selanjutnya menjabat muftiKerajaan Turki Usmani). Di akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islamsebagai mazhab resmi pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti Majalah al-Ahkamal-'Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum perdata yang berlaku di seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqhMazhab Hanafi.
4.Dasar-Dasar Fiqih Empat Mazhab
a.Dasar-dasar Fiqih Mazhab HanafiAbu Hanifah memang belum menetapkan dasar-dasar pijakandalam berijtihad secara terperinci, tetapi kaidah-kaidah umum (
ushul kulliyah) yang menjadi dasar bangunan pemikiran fiqhiyah tercermindalam pernyataannya berikut, “Saya kembalikan segala persoalan padaKitabullah, saya merujuk pada Sunnah Nabi, dan apabila saya tidak menemukan jawaban hukum dalam Kitabullah maupun Sunnah Nabisaw. maka saya akan mengambil pendapat para sahabat Nabi, dantidak beralih pada fatwa selain mereka. Apabila masalahnya sampai pada Ibrahim, Sya’bi, Hasan Ibnu Sirin, Atha’ dan Said bin Musayyib(semuanya adalah tabi’ien), maka saya berhak pula untuk berijtihadsebagaimana mereka berijtihad.”20 .Dari sini kita ketahui bahwa dasar-dasar istidlal yangdigunakan Abu Hanifah adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad
 dalam pengertian luas. Artinya jika nash Al-Qur’an dan Sunnah secara jelas- jelas menunjukkan pada suatu hukum, maka hukum itu disebut“diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah”. Tetapi bila nash tadimenunjukkan secara tidak langsung atau hanya memberikan kaidah-kaidah dasar berupa tujuan-tujuan moral,illat dan lain sebagainya,maka pengambilan hukum disebut “melalui qiyas”.Semua imam sepakat tentang keharusan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang membedakan dasar-dasar pemikiran AbuHanifah dengan imam-imam yang lain sebenarnya terletak padakebenarannya menyelami suatu hukum, mencari tujuan-tujuan moraldan kemaslahatan yang menjadi sasaran utama disyariatkannya suatuhukum. Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan teori qiyas,istihsan, ‘urf  (adat-kebiasaan), teori kemaslahatan dan lainnya.Perbedaan lebih tajam lagi adalah bahwa Abu Hanifah banyak menggunakan teori-teori tadi dan sangat ketat dalam penerimaan haditsahad. Tidak seperti imam yang lain, Abu Hanifah sering menafsirkansuatu nash dan membatasi konteks aplikasinya dalam kerangka illat,hikmah dan tujuan-tujuan moral dan bentuk kemaslahatan yangdipahaminya21.Perlu ditambahkan bahwa betapapun Abu Hanifah terkenaldengan mazhab rasionalis yang menyelami di balik arti dan illat suatuhukum serta sering mempergunakan qiyas, akan tetap itu tidak berartiia telah mengabaikan nash-nash Al-Qur’an dan Sunnahataumeninggalkan ketentuan hadits dan atsar. Tidak ada riwayat sahih yangmenyebutkan bahwa Abu Hanifah mendahulukan rasio daripada Al-Qur’an dan Sunnah.Bahkan jika ia menemukan pendapat atau qaul (pernyataan)sahabat yang benar, ia menolak untuk melakukan ijtihad. Dengan katalain, pemikiran fiqih Abu Hanifah tidak berdiri sendiri tetapi berakar kuat pada pendahulu-pendahulunya di Irak dan juga para ahli hadits di Hijaz. Muhammad bin Hasan seperti dikutip Abu Zahrah,membenarkan bahwa dalam masalah hukum seseorang yang berhubungan dengan istrinya sebelum tawaf ziarah, Abu Hanifahmengambil pendapat Ibnu Abbas, seorang ulama ahli hadits Makkah,dan menolak pendapat Ibrahim yang dikenal banyak mewariskan pemikiran fiqih rasional kepadanya. 
b.Dasar-dasar Fiqih Mazhab Maliki
Seperti halnya Imam Hanafi, Imam Malik sebenarnya belummenuliskan dasar-dasar fiqhiyah yang menjadi pijakan dalam berijtihad, tetapi pemuka-pemuka mazhab ini, murid-murid ImamMalik dan generasi yang muncul sesudah itu menyimpulkan dasar-dasar fiqhiyah Imam Malik kemudian menuliskannya.Dari beberapa isyarat yang ada dalam fatwa-fatwanya dan bukunya Al-Muwattha’, fuqaha Malikiyah merumuskan dasar-dasar mazhab Maliki. Sebagian fuqaha Malikiyah menyebutkan bahwadasar-dasar mazhab Maliki ada dua puluh macam, yaitu : Nash literatur Al-Qur’an, mafhumul mukhalafah, mafhumul muwafaqah, tambih alal‘illah (pencarian kuasa hukum), demikian juga dalam sunnah, ijma’qiyas, tradisi orang-orang Madinah, qaul sahabat, istihsan, istishab,sadd al dara-i’, mura’at al khilaf, maslahah mursalah dan syar’u manqablana. Al-Qurafidalam bukunya Tanqih Al-Ushul, menyebutkandasar-dasar mazhab maliki sebagai berikut : Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, perbuatan orang-orang Madinah, qiyas, qaul sahabat, maslahahmursalah, ‘urf, sadd ad-dara’i, istihsan dan istihsab.
19.Mun’im A. Sirry,Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar , Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 87
20Ibid , Hal. 87-88
 Bahkan Syatibi,seorang ahli hukum mazhab Maliki, menyederhanakan dasar-dasar mazhab Maliki itu ke dalam empat hal, yaitu Al-Qur’an, Sunnah,ijma’, dan ra’yi (rasio)21.
c.Dasar-dasar Fiqih Mazhab Syafi’i
Bagi Imam Syafi’i Al-Qur’an dan Sunnah berada dalam satutingkat, dan bahkan merupakan satu kesatuan sumber syari’at Islam.Sedangkan teori-teori istidlal seperti qiyas, istihsan, istishab, dan lain-lain hanyalah merupakan suatu metode merumuskan danmenyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya tadi.Pemahaman integral Al-Qur’an dan Sunnah ini merupakankarakteristik menarik dari pemikiran fiqih Syafi’ie. Menurut Syaafi’ie,kedudukan Sunnah, dalam banyak hal, menjelaskan dan menafsirkansesuatu yang tidak jelas di dalam Al-Qur’an, merinci yang global, mengkhususkan yang umum dan bahkan membuat hukum tersendiriyang tidak ada di dalam Al-Qur’an.Hipotesa menarik lainnya dalam pemikiran metodologi Syafi’ieadalah pernyataannya, “Setiap persoalan yang muncul akan ditemukanketentuan hukumnnya di dalam Al-Qur’an”22.Untuk membuktikanhipotesanya itu, Syafi’ie menyebut empat cara Al-Qur’an dalammenerangkan suatu hukum. Pertama, Al-Qur’an menerangkan suatuhukum dengan nash-nash hukum yang jelas, seperti nash-nash yangmewajibkan shalat, puasa, zakat, dan haji, atau nash-nash yangmengharamkan zina, minum khamar, makan bangkai, darah dan yanglainnya.Kedua, suatu hukum yang disebut secara global dalam Al-Qur’an dan dirinci dalam Sunnah Nabi. Misalnya, jumlah rakaat dalamshalat, waktu pelaksanaannya, demikian pula zakat, apa dan berapakadar yang harus dikeluarkan. Semua itu disebut secara global dalamAl-Qur’an dal Nabi-lah yang menerangkan secara terinci.Ketiga, Nabi Muhammad saw juga sering menentukan suatuhukum yang tidak ada nash hukumnya di dalam Al-Qur’an. Bentuk  penjelasan Al-Qur’an untuk masalah seperti ini dengan mewajibkan taat kepada perintah Nabi dan menjauhi larangannya. Di dalam Al-Qur’an disebutkan : (4:80)Yang maksudnya : “ Barang siapa yang taat kepada Rasul, berarti iataat kepada Allah. ”
Dengan demikian, suatu hukum yang ditetapkan oleh Sunnah berarti juga ditetapkan oleh Al-Qur’an, karena Al-Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa yang diperintahkan oleh Nabimenjauhi yang di larang23. Keempat, Allah juga mewajibkan kepada hamba-Nya untuk  berijtihad terhadap berbagai persoalan yang tidak ada ketentuannashnya dalam Al-Qur’an dan Hadits. Penjelasan Al-Qur’an dalammasalah yang seperti ini, yaitu dengan membolehkan ijtihad (bahkan mewajibkan) sesuai dengan kapasitas pemahaman terhadap maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan umum syariat), misalnya dengan qiyas atau penalaran analogis, dalam Al-Qur’an di sebutkan dalan 4:59d.Dasar-dasar Fiqih Mazhab HambaliSikapnya yang tegas dan fundamentalis tercermin pemikiran- pemikiran fikihnya. Para ulama Hanabilah berkesimpulan bahwafatwa-fatwa Imam Ahmad bin Hambal dan pemikiran-pemikiranfiqihnya dibangun atas sepuluh dasar, yaitu lima dasar ushuliyah danlima dasar lainnya sebagai pengembangan. Dasar-dasar mazhabHambali aitu adalah : (1) Nushus, yang terdiri dari nash Al-Qur’an,Sunnah dan nash ijma’, (2) fatwa-fatwa sahabat, (3) apabila terjadi perbedaan, Imam Ahmad memilih yang paling dekat dengan al-Qur’andan Sunnah;
21.Ibid, Hal. 97
22.Ibid . Hal. 111

 dan apabila tidak jelas, dia hanya menceritakan ikhtilaf itudan tidak menentukan sikapnya secara khusus, (4) hadits-hadits mursal dan dhaif, (5) qiyas, (6) istihsan, (7) sadd al-dara-i’, (8) istishab, (9)ibthal al ja’l, (10) maslahah mursalah24.
Dari dasar-dasar dan metode-metode pengambilan hukumnya ini, terlihat bahwa Imam Ahmad bin Hambal mempersempit penggunaan rasio sampai pada batas tertentu. Ia lebih mendahulukan penggunaan qiyas.










23 .Q.S. 59 : 7
24. Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar , Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 126
C). Para Filosof 25 Dunia Islam Bagian Timur
              Banyak dikalangan muslim para teolog yang kaya dengan wawasan ilmu dan filsafat. Para ilmuan yang lebih berkonsentrasi dengan ilmu tertentu, dan para filosofi yang selain menekuni berbagai bidang ilmu juga filsafat, para filosofi muslim yang dibicarakan disini adalah al-kindi, al-farabi, al-razi, ikwan al-safa, ibnu maskwih, ibnu sina, Al-Gazali. Berikut sekilas biografi dan beberapa pokok pikiran mereka:
1.     Al-kindi
        Nama lengkapnya Abu yusuf, ya’kub Ibnu Ishak al-Sabban, Ibnu Imron Ibnu al-Asha’ath, Ibnu kays, Al-kindi, beliau busa disebut Ya’kub, lahir pada taun 185 H, tentang filsafat al-kindi memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban islam, karena kedudukan filsafat penting.
Tentang Al-kindi mengatakan bahwa alam ini adalah illat-nya. Alam itu tidak mempunyai asal. Kemudian menjadi ada karena diciptakan, mengenai tuha  Al-kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah wujud yang hak (benar).



25.Filosof  (philosophos) sebagai satu istulah teknis tidak dipakaikan pada seorang segera setelahnya. Istilah filosof juga tidak mempunyai arti definitif  pada zaman itu ; diceritakan bahwa Aristoteles sendiri tidak mengunakanya. Belakangan, pengunaan istilah filsafat (philosophia) dan Filosof  (philosophos) semakin meluas. Secara etimologi kata filsafat berasl dari bhasa Yunani, para ilmuan dan filosof sepakat memberi arti yang sama tentang filsafat tersebut. (HAND OUT, FILSAFAT ISLAM OLEH ZAIM ELMUBAROK, M.Ag)
2.    Al-farabi
            Abu Nashr Muhammad Al- farabi lahir di wasir, suatu desa di farab, khurasan, pada tahun 257 H (870 M). Ia berasal dari Turki dan orang tuanya adalah seorang jendral. Menurut Al-farabi filsafat mencangkup mate matika, dan matematika bercabang pada ilmu-ilmu lain, sebagian ilmu itu berlanjut pada metafisika, mengenai Tuhan ia mengatajan bahwa Tuhan adalah wujud yang sempurna lagi. Tentang penciptaan alam al-farabi cenderung memahami bahwa alam tercipta melalui emanasi

3.     Al-razi
     
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria al-Razi, hidup pada 250 -313 H / 865 – 925 M. Ia lahir, dewasa, dan wafat di Ray, dekat teneran Persia, tentang Tuhan, Jiwa Universal, Materi pertama, Ruang Absolut, dan Zaman Absolut. Tentang Tuhan ia mengatakan Tuhan menciptakan manusia dengan subtansi ketuhanan-Nya.

4.     Ikhwan Al-Safa

            Setelah wafatnya Al-farabi, muncullah kalangan kelompok muslim yang menamai diri mereka dengan nama Ikwan Al-Safa, yang berarti saudara-saudara (yang mementingkan)
Kesucian (batin atau jiwa),mereka berhasil menghasilkan karya ensiklopedis tentang ilmu pengetahuan danfilsafat yang dikenal dengan judul “Rasail ikhwan al-Safa”. Identitas  pemuka mereka tidak terang karena mereka bersama angota mereka memang merahasiakan diri, ikhwan Al-safa membagi pengetahuan menjadi tga kelompok yaitu: pengetahuan adab/sastra, pengetahuan syari’ah, pengetahuan filsafat. Dan filsafat ter bagi menjadi empat bagian yaitu: pengetahuan matematika, logika, fisika, dan pengetahuan ilahiah/metafisika. Filsafat mempunyai tiga taraf. (1) taraf permulaan, (2) taraf pertengahan, (3) taraf akhir.

5.     Ibnu Maskawaih

            Ibnu Maskawaih dilahirkan di Ray, namalengkapnya abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih, ia belajar dan mematangkan pengetahuannya di Baghdad, untuk membuktikan adanya Tuhan Ibnu maskawaih mengatakan pembukaan Tuhan dengan pengenalan, tidak melalui rasio, tentang jiwa dan akhlak dalam mukadimah karya tulisnya “Tazib al-aklak” ia mengatakan bahwa tujuan untuk menulis itu agar kita berhasil membangun bagi jiwa-jiwa kita suatu akhlak. Dengan akhlak itu muncul perbuatan yang indah.

 6.    Ibnu Sina

            Ar-Rais al-Husain bin Abdullah bin Ali Al-Hamadi, dilahirkan pada tahun 980 M disebuah desa bernama afshanah. Ibnu Sinah adalah filosof dan ahli kedok teran muslim paling populer sampai saat ini sebagai metafisikus islam Ibnu Sina berpendapat bahwa antara jiwa dan badan memiliki perbedaan. Ibnu Sina berpendapat bahwa jiwa adalah wujud raham, ia juga membagi tiga macam jiwa di bumi yaitu (1) jiwa tumbuh-tumbuhan, (2) jiwa binatang, (3) jiwa manusia.

7.     Al-Ghazali

            Al-Ghazali hidup dari tahun 450 H/105 M sampai tahun 505 H/1111 M. Ia lahir didesa Gazaleh dekat tus, di Baghdad ia berupaya memahami filsafat dan iapun menunjuk kan pemahamanya tentang menulis buku,”Maqasid al-falasifah” serta kemudian menunjukkan kemampuannya mengkritik argumen-argumen kaum filosofi. Tiga pendapat filosofi-filosof muslim yang dikufurkan Al-Ghazali  yang tertuang dalam bukunya “tahafut al-falasifah”, yakni pendapat bahwa alam itu azali atau qadim, pendapat bahwa tuhan tidak mengetahui juz’iyyat, lalu iya juga mengkufurkan paham yang mengingkari adanya kebangkitan tubuh di akhirat. 
Berikut ini beografi dan beberapa pokok pemikiran mereka:
1.al-kindi
        Nama lengkap Abu yusuf,ya’hakub ibnu ishak al sabbah,ibnu imran,ibnu al-as Asha’ath,Ibnu kays ,al kindi .beliau biasa disebut ya’kub .dan lahir pada tahun 185 H(805)di kufah.AL-kindi berasal dari suku arab yang terpandang dan memainkan peran utama dalam dunia pemikiran islam.
            Al-Kindi memulai pelajarannya di kufah, kemudian di Basrah , dan baghdad, ibu al Nadim seorang pustakawan yang terpercaya menyebutan adanya 242buah karya al-kindi dalam bidang logika , metafisika, aritmatika, falak, musik, astrologi geometri, kedokteran, politik dan sebagainya.
            Tentang filsafat al-kindi memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban islam.ia berupaya menunjukan bahwa filsafat dan agama merupakan dua barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan filsafatdengan menyatakan bahwa aktifitas filsafat yang definisinya adalah mengetahui hakikat sesuat sejauh batas kemampuan manusia dan tugas filosofi adalah mendapatkan kebenaran.
            Tentang alam akindi mengatakan bahwa alam ini adalah illat-Nya. Alam itu tda mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptikan tuhan. Al-kindi juga menegaskan mengenai hakikat tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak(benar)yang bukan asalnya tidak ada karena ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud apapun
2.Al-Farabi
            Abu Nashr Muhammad alFarabi lair di wasij, suatu desa di faab (transoxania0, Khorasan, pada 257 H(870 M). Ia berasal dari turki dan orang tuanya adalah seorang jendral.ia sendiri pernah menjadi hakim dari farab ia pernah ke baghdad, pusat ilmu pengetahuan waktuitu, disana ia belajar pada abu bishr matta bin yunus, dan tinggal di Baghdad selama 20 tahun, kemudian ia pendah ke allepo dan tinggal di istana saif ad_dullah guna memusatkan perhatian pada ilmu pengetahuan filsafat.
            Bagi al-Farabi, filsafat mencakup matematika,dan matematika bercaang pada ilmu-ilmu lain. sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut al-farai bagian metafisika secara lengkap dipaparkan oleh aristoteles dalam metapsycish yang sering juga diacu dalam sumber-sum ber arab sebagi “book of letters” karya ini terdiri atas bagian utama yaitu:
1.     Menelaah yang ada jauh keberadaannya atas ontologin.
2.     Mnelaah beberapa kaidah pembutian yang umum dalamogika, matematika dan fisika , atas etimologi.
Menelaah apa dan bagaimana “ sustansi-substansi mujarad (immaterial) yang berjenjang ini menanjak dari yang terendah sampai yang ketinggi dan berpuncak pada wujud yang sempurna. Dan tak ada yang lebih sempurna dari apa yang telah ada.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab baginya, maka adanya tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya tuhan bergantung kepada sebab yang lain, karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada, substansi itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi kabadian wujudnya. Al-farabi dalam metafisika nya tentang ketuhanan hendak menunjukkan keesaan tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan adalah tunggal.
Tentang penciptaan alam al-farabi cenderung memahami bahwa alam tercipta melalui proses emanasi sejak jaman azali, sehingga tergambar bahwa penciptaa alam oleh tuhann dari tidak ada menjadi ada, menurut al-farabi,hanya Tuhan saja yang ada dengan sendirinya tanpa sebab dari luar dirinya. Karena itu ia disebut WAJB AL-WUJJUD U ZATIH.
3.Al-Razi
            Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria al-Razi, hidup pada 250-313 H/864-925 M. Ia lahir,dewasa dan wafat di Ray, dekat teheran persia. Al-Razi sangat luas ilmunya, cabang-cabang ilmu pengetahuan yang pernah dipelajari ialah filsafat, kedokteran, astronomi,kimia, sastra dan logika. Dengan demikian tidak mengherankan apabila ia dikenal sebagai seorang yang ahli dalam medis, filsafat, dan kimia, di bidang kedokteran al-razi cukup terkenel, karena karanganya di idang kedokteran menjadi buku pedoman atau sebagai buku pedoman atau sebagai buku teks kalangan kedokteran.
            Persoalan metafisika yang di bahas oleh al-razi seperti halnya yang ada pada filsafat yunani kuno yaitu tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu:  tuhan, jiwa unfersal,  materi pertama, ruang absolut, dan zaman absolute.
            Tuhan menciptakan manusia ddengan substansi ketuhananya kemudian akal, akal berfumgsi menyadarkan manusia bahwa dunia yang di hadapi sekarang ini bukanlah dunia yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat di capai dengan berilsafat. Dalam karya tulis al-razi, al-tibb al-ruhani (kedokteran jiwa) tampak jelas bahwa ia sangat tinggi menghargai akal,dikatakanya bahwa akal adalah karena terbesar  dari tuhan bagi manusia.
4.Ikhwan  Al-Safa’
            Setelah wafatnya al-Farabi, muncullah kalangan kelompok muslim yang menyebutkan dirimereka sendiri dengan nama ikhwan al-safa’ yang berarti saudara-saudara (yang mementingkan kesucian batin atau jiwa), mereka berhasil menghasilkan karya ensiklopedi tentang ilmu pengetahuan  dan filsafat  yang dikenal dengan judul Rasa’il Ikwan al-safa’, terdiri dari 52 risalah yang dapat dibagi kedalam empat kelompok, yatu bidang matematika, fisika, risalah yang bisa berbicara tentang  jiwa manusia dan kelompok risalah yang mengkaji  masalah-masalah metafisika lain nya seperti tenteng tuhan, malaikat, jin, dan setan.
            Identitas para pemuka mereka tidak terang karena mereka  bersama para anggota mereka mamang merahasiakan diri, menurut informasi al-sifstani para pemuka mereka adalah abu sulaiman al-busti, abu al-hasan al-zanjani, abu ahmad al-nahrajuri, pusat kegiatan mereka adalah abu sulaiman al-busti, abu al-hasan al-zanjani, abu ahmad al-nahrajuri, pusat kegiatan mereka adalah kota basrah, sedang di baghdad juga terdapat cabang dari kelompok rahasia itu, jamaa’at  ikwan al safa’ terdiri dari empat kelompok yaitu al-ikhwan al-abrar al-ruhama,al-ikhwan al-akhyar al-fulada, al-ikhwan al-fudala al-kiram, kelompok elit yang  hati mereka telah terbuka dan menyaksikan kebenaran dengan mata hati.
            Ikhwan al-Safa’ membagi pengetahuan kepada tiga kelompok yaitu: pengetahuan adab/ssastra, pengetahuan syari’ah, pengetahuan falsafat, dan pengetahuan filsafat mereka dibagi menjadi empat bagian yaitu: pengetahuanmatematika, pengetahuan logika, pengetahuan fisika, dan pengetahuan ilahiah, metafisika. Filsafat meurut mereka memiliki tiga taraf yaitu: 1) taraf pemulaan, yakni mencintai pengetahuan, 2) taraf pertengahan yakni pengetahuan hakikat dari segala yang ada yang sejauh kemampuan manusia, 3) taraf akhir yakni berbicara dan meramal sesuatu sesuai dengan pengetahuan mengenai alam Ikhwan al-Safa’ juga meganut paham penciptaan alam dan tuhan melalui cara emanasi.
5.  Ibnu Maskawaih
            Ibnu Maskawaih dilahirkan di Ray (sekarang tenaran) nama lengkapnya  abu ali ahmad ibnu muhammad ibnu maskawaih , ia belajar dan mematangkan pengetahuanya di bagdad. Menurut ibnu maskawaih untuk membuktikan tuhan itu dengan pengenalan, jadi tidak dengan malalui rasional. Sebab pengenalan selain di dapat secara rasional juga dapat dengan melalui pengayatan yang berupa pengayatan yang berupa penggalan kejiwaan. Sebagai bukti adanya tuan ialah gerak-gerak yang lain itu timbulnya dari sumber gerak, sedangkan sumber gerak itu timbul sendiri, adapun menutu teori pembahasan lam ialah tiap-tiap bentuk berubah pasti diganti dengan bentuk yang lain.
            Tentang jiwa manusia dan akhlak ibnu maskawih menyatakan bahwa tujuan nya untuk menulis itu adalah agar kita berhasil embangun bagi jiwa-jiwa kita suatu akhlak, dengan akhlak itu muncul dari diri kita dengan mudah tanpa di buat-buat perbuatan yang indah. Bagi nya jiwa itu berasal dari akal aktif,jiwa bersiifat rohani, karena itu jiwa mampu menerima hal-hal yang bertentangan, sedangkan panca indra hanya dapat menangkap sesuatu itu sudah menempel pada benda.
6. Ibnu sina
            Ar-rais al-husain bin abdullah bin ali al-hamadani di lahirkan pada tahun 980 M di sebuah desa bernama afshanah. 12 dekat bukahara yang saat ini terletak di pinggiran selatan rusia, ibnu sina adalah filosof dan ahli kedokteran muslim paling populer sampai saat ini di dunia barat, ibnu sina dikenal dengan sebutan Avicenna.
            Sebagai seorang metafisikus islam, Ibnu sina berpendapat bahwa antara jiwa dan badan memiliki perbedaan. Pengenalan dan perasaan manusia terhadap jiwa bersifat langsung, karena pemikiran tidak memerlukan perantara didalam mengenal dirinya. Ibnu sina seperti halnya al-farabi berpendapat bahwa jiwa adalah wujud rohani (imateri) yang berada dalam tubuh, wujud imateri yang tidak berada atau tidak langsung mengendalikan tubuh disebut akal. Dengan demikian, jiwa manusia adalah wujud imateri yang berada dalam tubuh manusia.jiwa itulah yang menjadi sebab hidup, penggerak dan pengendali tubuh, ibnusian juga menjelaskan tiga macam jiwa dibumi yaitu 1) jiwa tumbuh-tumbuhan, 2) jiwa binatang, 3) jiwa manusia,pada jiwa tumbuh-tumbuhan terdapat potensi makan, potensi menumbuhkan, potensi mengembang biakkan. Pada jiwa binatang, selain jiwa yang baru disebutkannya juga terdapat potensi menggerakkan dan potensi menangkap, potensi khayal dan sebagainya.
            Pada jiwa manusia, selain semua potensi yang telah disebutkan di atas juga terdapat potensi berpikir peraktis dan berpikir teoritis, kemampuan teoritis ini pada taraf potensi disebut akal material dan setelah berkembang pada berikut nya disebut akal makalah.
7.     Al-Gazali
            Al-Gazali hidup dari tahun 450 H / 105 M sampai dengan tahun 505 H / 1111 M. Ialahir di desa Gazaleh dekat Tus. Ia belajar di Tus jurtan, di nisyapur, dinisyapur inilah ia dalam usia 20-28 tahun berguru dan bergaul dengan imam al-juwaini, di Baghdad ia menjadi guru besar madrasah izamiah Baghdad, di Baghdad pula lah ia berupaya mempelajari filsafat dan menunjukkan pemahamannya tentang filsafat dengan menulis buku ‘’ Maqa sid al-falaisfah’’, serta kemudian menunjukkan kemampuannya mengkritis argument-argumen kaum filosofis.
            Tiga pendapat filosofmuslim yang dikufurkan al-Gajali yang tertuan dalam bukunya “tahafut al-falasifah” , yakni bahwa alam itu azali atau qadim, pendapat bahwa tuhan tidak mengetahui juz iyyat, lalu iya juga mengkufurkan paham yang mengingkari adanya kebangkitan tubuh di akhirat, itu berarti bahwa siapa saja yang menganut, salah satu dari tiga faham tersebut menurut al-Gazali jatuh kedalam kekafiran. Untuk paham yang pertama tentang paham qadim nyah alam menurutnya bila alam dikatakan qadim maka mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh tuhan. Jadi paham qadim nya alam membawa kepada kesimpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya. Kedua tentang paham bahwa Tuhan tidak mengetahui juzz’iyyat. paham bahwa Tuhan tidak mengetahui juzz’iyyat bukanlah paham yang dianut oleh filosof muslim tapi paham ini dianut oleh Aristoteles, menurut al-Gazali tuhan mengetahui hal-hal juz’i itu dengan pengetahuannya tidak berubah, dan ini dapat dipahami seperti tidak berubahnya pengetahuan tetapi sebab-sebab yang bersifat umum, atau dapat dipahami dengan pengertian bahwa tuhan telah mengetahui hal-hal yang juz’i. Ketiga tentang paham pengingkaran kebangkitan jasmani didalam kubur. menurut al-Gazali gambaran al-qur’an dan hadist tentang akhirat bukan mengacu pada kehidupan yang bersifat rohani saja, tapi pada jasmani juga, jasad-jasad dibangkitkan dan disatukan dengan jiwa-jiwa manusia yang perna hidup didunia, untuk merasakan nikmat surgawi yang bersifat rohani -jasmani dan merasakan azab neraka yang juga bersifat rohani –jasmani.
D). Aliran-Aliran Tasawuf
Orang yang pertama memberikan perhatian kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam tasawuf Islam itu adalah Fakhruddin Al Razi.
Secara garis besar, alam pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan tujuh aliran besar. Ketujuh aliran itu adalah :
     1.    Aliran Ittihad
Zun Nun Almisry (245 H) adalah sufi yang pertama kalinya mengemukakan faham ma`rifah dalam tasawuf dan dalam perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang hakiki adalah ma`rifah sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara khusus karena mereka menyaksikan Allah dengan hati mereka, maka terbukalah bagi mereka apa-apa yang tidak terbuka bagi orang lainnya.26
Apa yang telah dirintis oleh Zun Nun itu dikembangkan lebih jauh oleh Abu Yazid Thaifur bin Isa Al Bistami (261 H). Abu Yazidlah orang pertama sekali secara terbuka mengemukakan ajran ittihad. Ittihad adalah kepercayaan bahwa khaliq (Allah) dapat bersatu dengan makhluk (manusia). Yakni hubungan yang terjadi antara zat makhluk dengan khaliq. Apabila terjadi hal ini maka makhluk akan berada dalam keadaan tak sadr diri, yang mereka namakan mahwu.27
     2.    Aliran Hulul
Al-Hulul adalah kepercayaan bahwa Allah bersemayam di tubuh salah seorang, yang kiranya bersedia untuk itu, karena kemurnian jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj.
Ajaran-ajaran Al-Hallaj tentang tasawuf tergambar dalam buah fikiran yang terpisah-pisah dan di dalam teori yang bersifat ekstrim. Menurut Abul Qasim Al Razi, Al Hallaj pernah menulis sebuah surat yang berbunyi : “ Dari yang maha pengasih lagi maha penyayang kepada fulan bin fulan”. Tatkala ditanya orang mengapa dia menulis dengan kata-kata tersebut, dia memeberikan jawban bahwa” Penulis itu hanya Allah sedang aku dan tanganku hanyalah alat belaka”.28
     3.    Aliran Ittishal
Aliran tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam terutama Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail.
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi di dalam mengemukakan konsepsinya tentang tasawuf, tidak terlepas dari keahliannya sebagi filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan badaniyah saja, tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu sendiri.
Al-Farbi memandang tingkat ma`rifah manusia dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan apabila manusia telah berada diatas jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia mampu menerima nur ketuhanan, berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al.di tingkat ini manusia tidak lagi berda dalam tingkat ijtihad tetapi telah berda dalam tingkat pemberian Tuhan hingga dapat berhubungan langsung dengan Tuhan(Ittishal).
Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral segal sesuatu adalah akal, maka dalam tasawufnya ia berpendapat bahwa tujuan tasawuf terkhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud kesempurnaan ittishal dengan Al Aqlu Fa`al.
Perkembangan akal dan peningkatannya tidak bisa lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan dan pembersihannya.29
     4.    Aliran Isyraq
Tokoh aliran Isyraq adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash Suhraward. Sejak kecil ia telah belajar agamadan menghafal Al-Qur`an kemudian belajar di Maraghah berguru dengan Imam Mahyuddin Al Jilli, dilanjutkan dengan belajar kepada Zahiruddin Al Qari di Asfahan, dan diteruskan dengan belajar kepada Al Mardini.
Suhrawardi meninggal dunia karena hukum bunuh yang dilaksanakan oleh Az-Zahir atas perintah Al-Ayyubi pada tahun 587 H/1191 M pada usia 83 tahun. Sebab jatuhnya hukuman bunuh itu karena penafsiran Suhrawardi terhadap berbagai hal tentang ketuhanan, kenabian dan sebagainya yang dianggap berbahaya kepada akidah kaum muslimin.
Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya kepada Isyraq. Kata Isyraq berasal dari bahasa Arab yang berarti timur. Secara etimologi mengandung maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.

26 .M. Laily Mansur, Tasawuf Islam Mengenal Aliran dan Ajaran, (Jakarta : Lambung Mangkurat University Press, 1992), hlm. 47.
27. Ma`ruf Al Payami, Islam dan Kebathinan (Solo : CV. Ramadhani, 1992), hlm.69.
28. M. Laily Mansur, Tasawuf Islam Mengenal Aliran dan Ajaran, opcit, hlm. 51
29. Ibid, hlm. 57.
30. Ibid, hlm. 69.



     5.    Aliran Ahlul Malamah
Aliran Ahlul Malamah lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga hijriyah. Kata Al Malamah berasal dari kata laum yang artinya celaan. Ahlul Malamah adal sekumpulan orang yang mencela dan merendahkan diri mereka karena itulah tempat kesalahan-kesalahan.30
Ajaran kaum malamatiyah ini pada dasarnya ialah mencela diri sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan orang untuk melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, Hamdun Al Qassar (m.271 H), Abu Utsman Al Hairi (m.289 H), Mahfudz Al Naisaburi (m.303 H), Abul Husein Al Warraq ( m.320 H), Abu Umar Al Zujaji (m.348 H), Abul Husein bin Bandar (m.350 H), Abul Hasan bin Sahal Al Busyanji (m.348 H), Abi Ya`kub Al Nahrajuri (m.330 H), dan Muhammad bin Ahmad Al Farra` (m.370 H). Aliran ini banyak memiliki ajaran-ajaran yang bersifat ekstrem dan bertendensi negative dalam kehidupan. Oleh karena itu, aliran ini tidak banyak mendapat pengikut dan tidak bertahan lama dalam sejarah pemikiran Islam.
6.    Aliran Wahdatul Wujud
Pemimpin aliran Wahdatul Wujud adalah filsuf dan sufi yang bernama Ibnu Arabi dari Andalusia. Beliau   dilahirkan  tahun 598 H / 1102 M dan meninggal pada tahun 638 H/1240 M.
Menurut Dr. Abdul `Ala Afifi, tidak ditemui seorang tokoh aliran Wahdatul Wujud dalam Islam yang memiliki ajaran sempurna sistematis terkecuali Ibnu Arabi. Dialah peletak dasar dan Pembina ajaran-ajaran Wahdatul Wujud hingga berdiri sebagai suatu aliran.
Menurut Ibnu Arabi, adanya alam semesta ini tidak bias dipisahkan dengan sejarah Nabi Adam sendiri.31
Wahdatul Wujud adalah kepercayaan bahwa yang maujud (ada) itu hanyalah satu, tidak dapat diduakan. Dengan kata lain, tak ada yang maujud(ada) kecuali Allah SWT.32
     7.    Aliran Ahlus Sunnah
Perkembangan tasawuf aliran Ahlus Sunnah dimulai dengan perkembangan teologi yaitu pembahasan di sekitar aqidah dan tampak menonjol dalam pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Abdullah bin Said Al Kulaby (240 H) dan kemudian berlanjut lebih jelas dalam perkembangan tasawuf di dalam konsepsi yang dikemukakan oleh Al Haris Al Muhasiby (243 H) sebagai seorang ahli kalam dan sufi.
Di bidang teologi tampil Imam Asy`ari (324 H) dan Imam Maturidi (333 H) dengan konsepsi yang sistematis hingga melahirkan daoktrin Ahlus Sunnah Wal Jma`ah.
Di bidang tasawuf, penyempurnaan apa yang telah dikemukakan oleh Al Haris Al Muhasiby dilanjutkan oleh sufi besar Junaid Al Baghdady (297 H) dengan meletakkan dasar-dasar yang kuat, dan kemudian disempurnakan secara sistematis oleh Hujjatul Islam Imam Al Ghazali (505 H) hingga terwujud doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama`ah.
Ajaran tasawuf Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah bersumber dari mereka yang di dalam hidup dan berfikir didasarkan kepada Al-Qur`an dan Sunnah dengan mengambil pelajaran dari ilmu para Nabi dan Rasul dengan mengikuti secara teratur jejak langkah mereka di dalam menghambakan diri, melakukan jihadun nafs, menegakkan akhlak yang utama dengan tingkah laku dan perbuatan yang terpuji di sisi Allah, bening hati dan bersih dalam kehidupan, dan sabar dalam mengatasi berbagai halangan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka adalah para sahabat Rasulullah SAW seperti haritsah, Bara`ah bin Malik, Abu Israil, Huzaifah, Abi Darda`, Abu Zar, `Ukasah, Abdullah bin Umar, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Suhaib, Abu Rafi`I, Bilal Habab dan lain-lain. Dari tabi`in antara lain : Ali bin Husein ( Zainul `Abidin), Muhammad Al Bakir, Ja`far As Shadiq, Uwais Al Qarni, Ibnu Huzaim, Salmah, Hasan Al Basri dan lain-lain.33




31. Ibid, hlm. 75.
32. Ma`ruf Al Payami, Islam dan Kebathinan, opcit, hlm. 69
33. M. Laily Mansur, Tasawuf Islam Mengenal Aliran dan Ajaran, opcit, hlm. 83.









D. KESIMPULAN
Dengan demikian kita telah mengenal sejumlah aliran kalam yaitu Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Muktazilah dan Aswaja yang terdiri dari 3 subsekte yaitu Asy’ariyah, Maturidiah Samarkand dan Maturidiah Bukhara.
Aliran kalam terakhir oleh Ibnu Taimiyah adalah Aliran Salafi. Aliran ini tidak sejalan dengan aliran aswaja, karena aswaja menggunakan logika dalam menjelaskan teologi.
Secara histories, hukum islam telah menjadi 2 aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut adalah Madrasat Al-Madinah dan Madrasat Al-Baghdad/Madrasat Al-Hadits dan Madrasat Al-Ra’y.

Aliran Madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah, aliran Baghdad/kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut.

Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang tinggal di Madinah, terbentuklah Fuqaha Sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan guru-gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha sab’ah adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin Al-Musayyab adalah Ibnu Syihab Al-Zuhri dan diantara murid Ibnu Syihab Al-Zuhri adalah Imam Malik pendiri aliran Maliki. Ajaran Imam Maliki yang terkenal adalah menjadikan Ijma dan amal ulama madinah sebagai hujjah.
Dan di Baghdad terbentuk aliran ra’yu, di Kuffah adalah Abdullah bin Mas’ud, salah satu muridnya adalah Al-Aswad bin Yazid Al-Nakha’I salah satu muridnya adalah Amir bin Syarahil Al-Sya’bi dan salah satu muridnya adalah Abu Hanifah yang mendirikan aliran Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan hadits. Diantara pendapatnya adalah bahwa benda wakaf boleh dijual, diwariskan, dihibahkan, kecuali wakaf tertentu. Karena ia berpendapat bahwa benda yang telah diwakafkan masih tetap milik yang mewakafkan.

Murid Imam Malik dan Muhammad As-Syaibani (sahabat dan penerus gagasan Abu Hanifah) adalah Muhammad bin Idris Al-Syafi’I, pendiri aliran hukum yang dikenal dengan Syafi’iyah atau aliran Al-Syafi’i. Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum Islam karena pendapatnya ia golongkan menjadi Qoul Qodim dan Qoul Jadid.

Salah satu murid Imam Syafi’i adalah Ahmad bin Hanbal pendiri aliran Hanbaliyah. Disamping itu masih ada aliran zhahiriyah yang didirikan oleh Imam Daud Al-Zhahiri dan aliran Jaririyah yang didirikan oleh Ibnu Jarir Al-Thabari.

Dengan demikian, kita telah mengenal sejumlah aliran hukum islam yaitu Madrasah Madinah, Madrasah Kuffah, Aliran Hanafi, Aliran Maliki, Aliran Syafi’I, Aliran Hanbali, Aliran Zhahiriyah dan Aliran Jaririyah. Tidak dapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran hukum islam karena banyak aliran hukum yang muncul kemudian menghilang karena tidak ada yang mengembangkannya.

Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan bahwa mazdhab fiqih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in berjumlah 13 aliran, akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar dan metode istinbath hukum yang digunakannya.

Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :
1. Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri
2. Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi
3. Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin ‘Amr bin Muhammad
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri
5. Al-Laits bin Sa’d
6. Malik bin Anas Al-Bahi
7. Sufyan bin U’yainah
8. Muhammad bin Idris
9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
10. Daud bin Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi
11. Ishaq bin Rahawaih
12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalabi

Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering dilupakan dalam sejarah hukum islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam cenderung memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni, sehingga para penulis sejarah hukum islam cenderung mengabaikan pendapat khawarij dan syi’ah dalam bidang hukum islam.

Para penulis ajaran tasawuf, termasuk Harun Nasution, memeperkirakan adanya unsur-unsur ajaran non-islam yang mempengaruhi ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi. Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi. Zahid yang pertama adalah Al-Hasan A-Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan. Zahid dari kalangan perempuan adalah Rabi’ah Al-Adawiyah dari Basrah, ia menyatakan bahwa ia tidak bisa membenci orang lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad SAW, karenya cintanya hanya untuk Allah SWT.
Metode tasawuf dibagi menjadi 3 (tiga), Tahallia, adalah pengisian diri untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Takhalli adalah pengosongan diri sufi, sedangkan Tajalli adalah penyatuan diri dengan Tuhan.

Disamping itu, dalam ajaran para sufi dikatakan bahwa Tuhan pun tidak berkehendak untuk menyatu dengan manusia. Suatu keadaan mental yang diperoleh manusia tanpa bias diusahakan disebut Hal-Ahwal.

Rabiah merumuskan kedekatannya dengan Tuhan dalam Mahabbah, dengan demikian ada hubungan timbal balik antara sufi dengan Tuhan.


E . PENUTUP

Demikian makalah dengan judul “ALIRAN -ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM DAN SEJARAH NYA” ini dapat penulis selesaikan.
Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT. Atas pertolongan-nya, penulisan ini dapat terselesaikan. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasi pada semuapihak yang telah membantu terselesaikannya makalah  ini. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis memohon saran dan masukan guna kesempurnaan tulisan ini.
Harapan penulis semoga makalah dengan segala kekurangannya ini, dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi para pembaca, amin.


Daftar pustaka.
1.   ENSIKLOPEDI HUKUM ISLAM PENERBIT PT ICHTIYAR BARU VANHOEVE, JAKARTA. PENCETAK PT INTERMASA, JAKARTA. CETAK KETUJUH 2006.
2.   MENYURAT YANG SILAM MENGGURAT YANG MENJELANG, HALAMAN 367
3.   http://diaz2000.multiply.com
5.   Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqih sepanjang sejarah, 2001, Hal. 72
6.  Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, 1995, Hal. 333
8. http://www.mail-archive.com/sarikata@yahoogroups.com/msg08055.html
9. http://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas
10.Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar, Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 100 
11. Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqih sepanjang sejarah, LKPSM:Yogyakarta, 2001, Hal. 105
12. http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/
13. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal
14. http://www.hupelita.com
15. http://diaz2000.multiply.com
16. Mun’im A. Sirry,Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar , Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 87
17. Terjemah FAT-HUL MU’IN, Ust. Abul Hiyadh, Ainul Ghoerry             Soechaimi, As- Sa’diyyah, Alhidayah, Surabaya